Islam dan Ilmu


ILMU DALAM PANDANGAN ISLAM

Uhar Suharsaputra

1. Apakah Ilmu itu ?

Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu paada makna yang sama. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian :

“Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

“Science is knowledge arranged in a system, especially obtained by observation and testing of fact (And English reader’s dictionary)

“Science is a systematized knowledge obtained by study, observation, experiment” (Webster’s super New School and Office Dictionary)

dari pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis atau menurut Moh Hatta (1954 : 5) “Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut Ilmu”.

2. Kedudukan Ilmu Menurut Islam

Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam , hal ini terlihat dari banyaknya ayat AL qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu.

Didalam Al qur’an , kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali , ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari AL qur’an sangat kental dengan nuansa nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dariagama Islam sebagamana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani9(1995;; 39) sebagai berikut ;

‘’Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu (sains), Al quran dan Al –sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan Ilmu dan kearifan ,serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi’’

ALLah s.w.t berfirman dalam AL qur;’an surat AL Mujadalah ayat 11 yang artinya:

“ALLah meninggikan baeberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang berirman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmupengetahuan).dan ALLAH maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”

ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut ILmu ,dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan ALLah ,sehingga akan tumbuh rasakepada ALLah bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal inisejalan dengan fuirman ALLah:

“sesungguhnya yang takut kepada allah diantara hamba –hambanya hanyaklah ulama (orang berilmu) ; (surat faatir:28)

Disamping ayat –ayat Qur’an yang memposisikan Ilmu dan orang berilmu sangat istimewa, AL qur’an juga mendorong umat islam untuk berdo’a agar ditambahi ilmu, seprti tercantum dalam AL qur’an sursat Thaha ayayt 114 yang artinya “dan katakanlah, tuhanku ,tambahkanlah kepadaku ilmu penggetahuan “. dalam hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu ,menjadi sangat penting,dan islam telah sejak awal menekeankan pentingnya membaca , sebagaimana terlihat dari firman ALLah yang pertama diturunkan yaitu surat Al Alaq ayat 1sampai dengan ayat 5 yang artuinya:

“bacalah dengan meyebut nama tuhanmu yang menciptakan. Dia

telah menciptakan Kamu dari segummpal darah .

Bacalah,dan tuhanmulah yang paling pemurah.

Yang mengajar (manusia ) dengan perantara kala .

Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui.”

Ayat –ayat trersebut , jelas merupakan sumber motivasi bagi umat islam untuk tidak pernah berhenti menuntut ilmu,untuk terus membaca ,sehingga posisi yang tinggi dihadapan ALLah akan tetap terjaga, yang berearti juga rasa takut kepeada ALLah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk melakukan amal shaleh , dengan demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga ilmu akan membuahkan amal ,sehingga Nurcholis Madjd (1992: 130) meyebutkan bahwa keimanan dan amal perbuatan membentuk segi tiga pola hidup yang kukuh ini seolah menengahi antara iman dan amal .

Di samping ayat –ayat AL qur”an, banyak nyajuga hadisyang memberikan dorongan kuat untukmenuntut Ilmu antara lain hadis berikut yang dikutip dari kitab jaami’u Ashogir (Jalaludin-Asuyuti, t. t :44 ) :

“Carilah ilmu walai sampai ke negri Cina ,karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagisetuap muslim’”(hadis riwayat Baihaqi).

“Carilah ilmu walau sampai ke negeri cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim . sesungguhnya Malaikat akan meletakan sayapnya bagi penuntut ilmu karena rela atas apa yang dia tuntut “(hadist riwayat Ibnu Abdil Bar).

Dari hadist tersebut di atas , semakin jelas komitmen ajaran Islam pada ilmu ,dimana menuntut ilmu menduduki posisi fardhu (wajib) bagi umat islam tanpa mengenal batas wilayah,

3. Klarsfikasi Ilmu menurut ulama islam.

Dengan melihat uraian sebelumnya ,nampak jelas bagaimana kedudukan ilmu dalam ajaran islam . AL qur’an telah mengajarkan bahwa ilmu dan para ulama menempati kedudukan yang sangat terhormat, sementara hadis nabimenunjukan bahwa menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Dari sini timbul permasalahan apakah segala macam Ilmu yang harus dituntut oleh setiap muslim dengan hukum wajib (fardu), atau hanya Ilmu tertentu saja ?. Hal ini mengemuka mengingat sangat luasnya spsifikasi ilmu dewasa ini .

Pertanyaan tersebut di atas nampaknya telah mendorong para ulama untuk melakukan pengelompokan (klasifikasi) ilmu menurut sudut pandang masing-masing, meskipun prinsip dasarnya sama ,bahwa menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Syech Zarnuji dalam kitab Ta’liimu AL Muta‘alim (t. t. :4) ketika menjelaskan hadis bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim menyatakan :

“Ketahuilah bahwa sesungguhya tidak wajib bagi setiap muslim dan muslimah menuntutsegsls ilmu ,tetapi yang diwajibkan adalah menuntut ilmu perbuatan (‘ilmu AL hal) sebagaimana diungkapkan ,sebaik-baik ilmu adalah Ilmu perbuaytan dan sebagus –bagus amal adalah menjaga perbuatan”.

Kewajiban manusia adalah beribadah kepeda ALLah, maka wajib bagi manusia(Muslim ,Muslimah) untuk menuntut ilmu yang terkaitkan dengan tata cara tersebut ,seprti kewajiban shalat, puasa, zakat, dan haji ,mengakibatkan wajibnya menuntut ilmu tentang hal-hal tersebut . Demikianlah nampaknya semangat pernyataan Syech Zarnuji ,akan tetapi sangat di sayangkan bahwa beliau tidak menjelaskan tentang ilmu-ilmu selain “Ilmu Hal” tersebut lebih jauh di dalam kitabnya.

Sementara itu Al Ghazali di dalam Kitabnya Ihya Ulumudin mengklasifikasikan Ilmu dalam dua kelompok yaitu 1). Ilmu Fardu a’in, dan 2). Ilmu Fardu Kifayah, kemudian beliau menyatakan pengertian Ilmu-ilmu tersebut sebagai berikut :

“Ilmu fardu a’in . Ilmu tentang cara amal perbuatan yang wajib, Maka orang yang mengetahui ilmu yang wajib dan waktu wajibnya, berartilah dia sudah mengetahui ilmu fardu a’in “ (1979 : 82)

“Ilmu fardu kifayah. Ialah tiap-tiap ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakan urusan duniawi “ (1979 : 84)

Lebih jauh Al Ghazali menjelaskan bahwa yang termasuk ilmu fardu a’in ialah ilmu agama dengan segala cabangnya, seperti yang tercakup dalam rukun Islam, sementara itu yang termasuk dalam ilmu (yang menuntutnya) fardhu kifayah antara lain ilmu kedokteran, ilmu berhitung untuk jual beli, ilmu pertanian, ilmu politik, bahkan ilmu menjahit, yang pada dasarnya ilmu-ilmu yang dapat membantu dan penting bagi usaha untuk menegakan urusan dunia.

Klasifikasi Ilmu yang lain dikemukakan oleh Ibnu Khaldun yang membagi kelompok ilmu ke dalam dua kelompok yaitu :

1. Ilmu yang merupakan suatu yang alami pada manusia, yang ia bisa menemukannya karena kegiatan berpikir.

2. Ilmu yang bersifat tradisional (naqli).

bila kita lihat pengelompokan di atas , barangkali bisa disederhanakan menjadi 1). Ilmu aqliyah , dan 2). Ilmu naqliyah.

Dalam penjelasan selanjutnya Ibnu Khaldun menyatakan :

“Kelompok pertama itu adalah ilmu-ilmu hikmmah dan falsafah. Yaituilmu pengetahuan yang bisa diperdapat manusia karena alam berpikirnya, yang dengan indra—indra kemanusiaannya ia dapat sampai kepada objek-objeknya, persoalannya, segi-segi demonstrasinya dan aspek-aspek pengajarannya, sehingga penelitian dan penyelidikannya itu menyampaikan kepada mana yang benar dan yang salah, sesuai dengan kedudukannya sebagai manusia berpikir. Kedua, ilmu-ilmu tradisional (naqli dan wadl’i. Ilmu itu secara keseluruhannya disandarkan kepada berita dari pembuat konvensi syara “ (Nurcholis Madjid, 1984 : 310)

dengan demikian bila melihat pengertian ilmu untuk kelompok pertama nampaknya mencakup ilmu-ilmu dalam spektrum luas sepanjang hal itu diperoleh melalui kegiatan berpikir. Adapun untuk kelompok ilmu yang kedua Ibnu Khaldun merujuk pada ilmu yang sumber keseluruhannya ialah ajaran-ajaran syariat dari al qur’an dan sunnah Rasul.

Ulama lain yang membuat klasifikasi Ilmu adalah Syah Waliyullah, beliau adalah ulama kelahiran India tahun 1703 M. Menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi ke dalam tiga kelompok menurut pendapatnya ilmu dapat dibagi kedalam tiga kelompok yaitu : 1). Al manqulat, 2). Al ma’qulat, dan 3). Al maksyufat. Adapun pengertiannya sebagaimana dikutif oleh A Ghafar Khan dalam tulisannya yang berjudul “Sifat, Sumber, Definisi dan Klasifikasi Ilmu Pengetahuan menurut Syah Waliyullah” (Al Hikmah, No. 11, 1993), adalah sebagai berikut :

1). Al manqulat adalah semua Ilmu-ilmu Agama yang disimpulkan dari atau mengacu kepada tafsir, ushul al tafsir, hadis dan al hadis.

2). Al ma’qulat adalah semua ilmu dimana akal pikiran memegang peranan penting.

3). Al maksyufat adalah ilmu yang diterima langsung dari sumber Ilahi tanpa keterlibatan indra, maupun pikiran spekulatif

Selain itu, Syah Waliyullah juga membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kelompok yaitu : 1). Ilmu al husuli, yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat indrawi, empiris, konseptual, formatif aposteriori dan 2). Ilmu al huduri, yaitu ilmu pengetahuan yang suci dan abstrak yang muncul dari esensi jiwa yang rasional akibat adanya kontak langsung dengan realitas ilahi .

Meskipun demikian dua macam pembagian tersebut tidak bersifat kontradiktif melainkan lebih bersifat melingkupi, sebagaimana dikemukakan A.Ghafar Khan bahwa al manqulat dan al ma’qulat dapat tercakup ke dalam ilmu al husuli

4. Apakah filsafat itu ?

Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani dari kata “philo” berarti cinta dan” sophia” yang berarti kebenaran, sementara itu menurut I.R. Pudjawijatna (1963 : 1) “Filo artinya cinta dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin dan karena ingin lalu berusaha mencapai yang diinginkannya itu . Sofia artinya kebijaksanaan , bijaksana artinya pandai, mengerti dengan mendalam, jadi menurut namanya saja Filsafat boleh dimaknakan ingin mengerti dengan mendalam atau cinta dengan kebijaksanaan.

Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak. Menurut Sidi Gazlba (1976 : 25) Pengetahuan ilmu lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau eksperimen) ; batasnya sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian. Pengetahuan filsafat : segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah batas alam namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatuyang diluar alam, yang disebut oleh agama Tuhan. Sementara itu Oemar Amin Hoesin (1964 : 7) mengatakan bahwa ilmu memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat

5. Apakah Filsafat Ilmu itu ?

filsat ilmu pada dasarnya merupakan upaya untuk menyoroti dan mengkaji ilmu, dia berkaitan dengan pengkajian tentang obyek ilmu, bagaimana memperolehnya serta bagaimana dampai etisnya bagi kehidupan masyarakat. Secara umum kajian filsafat ilmu mencakup :

1) Aspek ontologis

2) Aspek epistemologis

3) Axiologis

Aspek ontologis berkaiatan dengan obyek ilmu, aspek epistemologis berkaiatan dengan metode, dan aspek axiologis berkaitan dengan pemanfatan ilmu. Dari sudut ini folosuf muslim telah berusaha mengkajinya dalam suatu kesatuan dengan prinsip dasar nilai-nilai keislamanyang bersumebr pada Al Qur’an dan Sunnah Rasul.

228 Balasan ke Islam dan Ilmu

  1. Diki M berkata:

    maaf pa ilmu itu apakah ada tanggung jawabnya?
    terus apakah ilmu hitam dan ilmu putih itu berbeda,karna yg saya ketahui dari beberapa sumber katanya Ilmu itu semuanya milik Allah.
    terus bagaimana kalo seseorang mempunyai ilmu hitam tp untuk menolong orang,dan bagaiman kalo ilmu putih digunakan untuk hal-hal yg negatif. sepertinya ilmu itu tergantung kita yg mempunyai dan mengamalkanya.

  2. Dr. Uhar Suharsaputra berkata:

    Itu pandanngan bahwa ilmu itu bebas nilai. Pandanngan lain ilmu itu terikat nlai.memang setiP ilmu punya spirritnyA masing2. Yang jelas nilai itu milik orang yg punya ilmu. Sehingga pendapat seperti itu ada tempatnya dalaM fil ilmu

  3. ardhi berkata:

    seingat saya hadis yang bapak lampirkan tersebut merupakan hadis yang dhoif pak,,,dalam hadis shahih tidak perah ada rasulullah bersabda,tuntutlah ilmu sampai ke negeri cina,,,

  4. jelani berkata:

    ya

  5. abuzaid berkata:

    saran kalu bicara ilmu dan Islam, harus ditemukan dulu Definisi Ilmu menurut Al-Qur’an dan As-snnah itu apa dulu, baru masuk ke penafsiran. Kalau ga ditemukan definisi akan mengambang. Jadi kalau sudah ditemukan dfinisinya, ada orang yang mengatakan ini dan itu termasuk ilmu langsung dikembalikan kepada definisinya. Kalau keluar dari definisi ga usah dibahas atau ditafsirkan lagi. Terimakasih..

  6. saya pelajar kelas 2sma nama saya roby . belajat ilmu filsafat apa bertentangan dengan ajaran agama ?

  7. Ahmad Gustina berkata:

    Tulisan ini oleh Trevor Major, M.Sc., M.A.:

    Kekaisaran Roma akhirnya benar-benar “sakit” pada akhir abad ke-2 Masehi. Ia sebelumnya telah menggunakan kemampuannya dalam administrasi, keahlian-keahlian tehnis, dan strategi militer untuk mendominasi sebuah wilayah yang terbentang di tiga benua. Tapi hatinya menjadi lemah karena bangkitnya kepemimpinan kerajaan yang berkuasa mutlak, dan terlalu sering, oleh para kaisar yang tidak cakap. Perlahan-lahan para prajurit Roma meninggalkan pos-pos pengawal yang terdepan dan tidak bisa mencegah bangsa-bangsa Vandal, Goth, dan Hun untuk memasuki bagian yang paling sentral dalam kekaisaran Roma. Bangsa Goth menguras kekayaan kota-kota besar di Yunani pada tahun 268, dan memperlakukan dengan cara sama terhadap Roma pada tahun 410, dan pada tahun 476 memperhentikan Kekaisaran Roma Barat yang terkahir. Karena merosotnya hukum dan ekonomi Roma, banyak bagian wilayah itu yang terperosok dalam kekacauan dan kemiskinan.

    Yang juga lenyap dari pandangan adalah bagian penting karya ilmu pengetahuan klasik Yunani, termasuk astronomi Ptolomeus, matematika Euclid, anatomi Galen, dan tulisan-tulisan ilmu pengetahuan alam Aristoteles. Tapi sulit untuk mengatakan bahwa sama sekali tidak terjadi hal penting dalam “Jaman Gelap” ini, karena sebagian memberikan pengaruhnya yang kuat selama beberapa abad ke depan. Secara khusus, berdirinya biara-biara pada abad keenam menyediakan kesempatan untuk pelatihan-pelatihan keagamaan. Kemampuan membaca meningkat karena instruksi diambil dari bacaan-bacaan dalam AlKitab, berbagai tulisan komentar, dan karya-karya Bapa Gereja.

    Biara-biara juga memberikan akses pada karya-karya klasik dalam bahasa Latin yang jumlahnya relatif sedikit. Melalui tulisan-tulisan Agustinus (354-430), kaum terpelajar mengenal, terutama, karya Plato, Timaeus. Karya ini meminjamkan pemikirannya kepada interpretasi Kristen karena argumennya bahwa alam semesta memiliki sebuah Penyebab Pertama—sebuah penggerak utama yang abadi—yang menciptakan gerakan dan keteraturan. Lebih jauh lagi, karena “Tuhan” dalam konsep Plato adalah baik, “Tuhan” menciptakan dunia yang baik bagi kita, ciptaan-“Nya”. Tidak seperti Tuhan bagi keyakinan Kristen, penggerak utama ini bukan “Tuhan” yang berpribadi; Ia tidak mengasihi manusia, Ia tidak maha kuasa, dan Ia bukan untuk disembah.

    Namun begitu, argumen Plato akan Tuhan-Pencipta, dipadukan dengan pengharapan yang didasarkan pada Alkitab yang melihat perbuatan karya Tuhan dalam ciptaan (Mazmur 19:1, Roma 1:20), mendorong para ahli teologi abad pertengahan untuk meneguhkan bahwa secara mendasar terdapat kejelasan untuk dimengerti dalam ciptaan Tuhan. Meskipun Augustinus tidak menyukai studi tentang alam secara sistematis, konsep akan keteraturan alam yang mendasar memberikan kunci untuk berkembangnya ilmu pengetahuan (Jones, 1969, hal. 133).

    Selama periode yang sama ini, ilmu pengetahuan Arab-Islam telah mencapai tingkat sangat tinggi. Ia memimpin dunia dalam bidang matematika, fisika, optik, astronomi, dan pengobatan. Stabilitas dan kemakmuran yang dibawa oleh berkembangnya kekuasaan Islam pada abad ke-7 dan 8 membantu berkembangnya perlindungan terhadap penelaahan yang lebih tinggi. Pada th. 762, al-Mansur mendirikan Baghdad sebagai ibukota yang baru, dan “mengembangkan iklim keagamaan yang secara relatif intelektual, sekuler dan toleran” (Lindberg, 1992, hal. 168).

    Selama beberapa generasi ke depan, kaum terpelajar Arab mengembangkan pengetahuan mereka akan obat-obatan dari Persia, matematika dari Cina dan India, dan juga peninggalan karya klasik Yunani yang masih tersimpan di Bizantium. Penekanan diberikan pada ilmu-ilmu pengetahuan yang memiliki kegunaan khusus bagi kebudayaan Islam. Sebagai contoh, sempoa Cina, dan sistem Hindu mengenai angka dan notasi-desimal untuk tempat, digunakan untuk mengembangkan trigonometri dan astronomi Ptolomeus. Ini, pada akhirnya, bisa digunakan untuk menentukan arah ke Mekah dan waktu sembahyang bagi setiap kota di dunia berpenduduk Muslim.

    Saat krusial dalam perkembangan ilmu pengetahuan Arab adalah ketika dijalankan program penerjemahan besar-besaran yang dimulai oleh Hunayn ibn Ishaq (808-73), seorang anggota kumpulan Kristen Nestorian. Bangsa Arab mengisi sejumlah besar perpustakaan mereka dengan puluhan – atau ratusan- ribu buku, sementara Sorbonne di Paris bisa membanggakan koleksi 2000 buku baru pada abad ke-14 (Huff, 1993, hal. 74). Meski memiliki superioritas yang sudah jelas, mengapa ilmu pengetahuan modern bangkit di Barat, dan bukannya di dunia Islam?

    Beberapa pemimpin Muslim, seperti halnya pemimpin Eropa dalam abad pertengahan, memiliki penghargaan yang rendah akan studi alam semesta. Pendidikan akademis ditoleransi, tapi penelaahan dibagi menjadi: studi tradisional berdasarkan AlQuran, dan studi “asing” berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari Yunani. Meskipun terdapat kaum rasionalis, terdapat juga mereka yang melihat rasionalisme sebagai ancaman bagi otoritas Kitab Suci maupun tulisan lainnya.

    Reaksi yang konservatif dalam akhir abad ke-10, seiring dengan kemunduran perdamaian dan kemakmuran, menghambat berkembangnya ilmu pengetahuan selanjutnya bagi dunia Muslim (Lindberg, 1992, hal. 180-181). Menurut ortodoksi Islam yang lalu muncul, manusia bukanlah sepenuhnya makhluk yang rasional, dan tidak boleh ada ruang yang diijinkan untuk penyelidikan yang murni rasional terhadap ciptaan Tuhan (Huff, 1993, hal. 100,115).

    Tepat pada masa awal kemunduran inilah tongkat estafet ilmu pengetahuan mulai beralih secara bertahap kepada tangan orang-orang Eropa, khususnya mereka yang berhubungan dengan kekayaan pengetahuan Islam di Spanyol. Mungkin hal paling penting berikutnya adalah jatuhnya kota yang dikuasai kaum Muslim, Toleda, pada tahun 1085. Banyak karya-karya penting klasik Arab dari sejumlah besar perpustakaannya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.

    Dalam seabad, karya-karya ini mulai merembes ke pusat-pusat penelaahan di seluruh Eropa. Mereka datang pada saat para kaum terpelajar seperti Anselm (1033-1109) telah membangkitkan kembali peranan akal budi dalam kepercayaan iman. Kedatangan mereka juga bersamaan dengan perkembangan universitas sebagai entitas yang memiliki otonomi politik dan intelektual (Huff, 1993, hal. 335). Tak ada institusi serupa muncul di dunia Arab Muslim hingga abad ke-20, sebagian karena, konsep kaum Muslim ortodoks tentang alam semesta dan akal budi. Tekanan keagamaan juga memainkan peran dalam akhir abad pertengahan di Eropa, tapi dunia akademis yang selaras dengan pandangan AlKitab akan rasionalitas manusia dan kebebasan menentukan pilihan menyediakan lahan subur bagi berkembangnya ilmu pengetahuan modern.

  8. menurut tanggapan anda tentang isis jika dikaitkan dengan ilmu pngetahuan

  9. Ping balik: KETERKAITAN IPTEK DAN KEMISKINAN | BLOG SEDERHANA

  10. sarah berkata:

    kalau pengertian ilmu pendidikan islam menurut terminology dan etimology nya apa ya?

  11. Muhammad Syafiq berkata:

    Ilmu maksyufat itu contohnya kayak gimana? Tolong jelaskan, saya belum mengerti.

  12. ilmuagama berkata:

    menurut bapak, bagaimana adab dan etika dalam islam untuk menuntut ilmu? apakah ada amalan-amalan yang khusus agar mudah dalam menyerap ilmu?

  13. tatang suwardi berkata:

    sepertinya pak uhar sendiri tdak paham dengan apa yang dimaksud ilmu menurut islam, karena ilmu menurut islam bukan terbagi dalam bidang2.

  14. amel berkata:

    Apa yang dimaksud dengan ilmu falasafiah dan ilmu almukasafah serta contohnya. Ga ada jawabannya disini..

  15. Ping balik: ILMU DALAM PANDANGAN ISLAM | Kisi-kisi Hati

  16. Ekram Effendi berkata:

    Lumayanlah Nambah Pengetahuan

  17. Rustam Efendi berkata:

    Semoga saya dilindungi alah subahana wataalah dan semua nya dan keluarga saya sma saudara saya..amin

  18. Ping balik: Pusat Pendidikan dan Pondok Pesantren Ulul Abshor Semarang | KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU

Tinggalkan Balasan ke Neneng Marlina IC Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.