Pendidikan dan Peran Perguruan Tinggi


 1.    PENDIDIKAN

Kata pendidikan merupakan istilah  yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat umum dengan  konteks pemahaman  yang bervariasi, dari yang abstrak sampai dengan yang kongkrit praktis. Hal ini terjadi karena operasionlisasi pendidikan sebagai suatu konsep yang kurang menyeluruh ditambah dengan praktek-praktek pendidikan yang terdefinisikan secara sempit misalnya mempadankan pendidikan dengan sekolah atau lembaga-lembaga lainnya yang dianggap sejenis.

Semua itu pada dasarnya menggambarkan proses evolusi perubahan pemaknaan tentang suatu  konsep seiring dengan perubahan sosial budaya yang terus berlangsung. Terdapat banyak pengertian pendidikan dengan titik tekan yang berbeda meski mengacu pada esensi yang sama, berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi :

  1. 1.     Pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa (J.J. Rousseau)
  2. 2.     Pendidikan merupakan usaha manusia dewasa  membimbing manusia  yang belum dewasa  kearah  kedewasaan (M.J. Lengeveld)
  3. 3.     Pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan dirinya  untuk suatu kehidupan yang bermakna (Theodore M. Greene)
  4. 4.    Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada  pada anak-anak iatu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (Ki Hajar Dewantara)
  5. 5.     Pendidikan itu adalah  usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu  memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatannya (Soegarda Poerbakawatja)
  6. 6.     Pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani (Driyarkara)
  7. 7.     Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia (John Dewey)
  8. 8.     Pendidikan  sebagai the art and process of imparting or acquiring knowledge and habit through instructional as study (Joe Park)
  9. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang (UU No 2 tahun 1989)

Bila melihat pengertian pengertian pendidikan sebagaimana dikemukakan di atas nampak bahwa para akhli cenderung mengartikan pendidikan dalam maknanya yang abstrak, dan cenderung bersifat filosofis, sehingga sulit dilakukan pengukuran-pengukuran yang obyektif atas keberhasilannya, hal  ini berakibat pada timbulnya konteroversi dalam melihat tentang keberhasilan suatu pendidikan.

Namun demikian dalam aplikasinya pemaknaan pendidikan lebih berkecenderungan pada dimensi pengajaran atau pembelajaran yang secara pragmatis lebih dipersempit lagi pada lembaga seperti sekolah atau bentuk lain yang setara. Keadaan ini memang cukup memprihatinkan, tapi itulah fakta persepsi social tentang pendidikan.

Diakui atau tidak, memang dikalangan akademisi pun kecenderungan itu bukan tidak ada, tapi paling tidak hal tersebut  diharapkan dapat mendorong para akhli untuk mengkaji tentang masalah proses pembelajaran yang dilakukan dalam lembaga pendidikan baik pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Perkebangan belakang ini dalam bidang pendidikan  nampaknya mengacu pada empat pilar pendidikan UNESCO yaitu  learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.

Oleh karena itu pengelolaan/manajemen pembelajaran juga perlu mengakomodasikan semua kecenderungan tersebut, megingat proses pembelajaran dengan seluruh aspek dan dimensinya merupakan inti dari proses pendidikan, dan keberhasilan dalam pengelolaannya merupakan salahsatu indicator penting pencapaian tujuan pendidikan. Namun demikian, kenyataan tersebut  (akibat pemahaman pendidikan yang cenderung menyempit) harus dipandang sebagai bagian dari suatu unsur penting dalam konstelasi dan proses pendidikan yang punya cakupan luas, baik dalam dimensi ataupun substansi, yang dapat terjadi dalam suatu lembaga pendidikan termasuk Perguruan Tinggi, karena dimasa datang nampaknya peran Perguruan Tinggi tidak bisa hanya bertumpu pada proses pembelajaran terstruktur.

  1. 2.    PERAN PERGURUAN TINGGI

Lingkungan Perguruan Tinggi dimanapun berada,  sedang mengalami perubahan yang sangat cepat, secara global perubahan terlihat dalam bentuk berkembangnya masyarakat informasi yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam situasi yang demikian penguasaan ilmu pengetahuan oleh individu dan atau organisasi akan menjadi prasyarat dan modal dasar bagi upaya pengembangan diri dan organisasi dalam situasi yang makin kompetitif.

Dalam masyarakat yang demikian setiap orang dan atau organisasi terpaksa dan dipaksa untuk selalu memperbaharui pengetahuan dan keterampilan jika ingin tetap hidup dan berkembang. Keadaan yang demikian menurut Prof. Sularso, Guru Besar ITB, disebabkan oleh cepatnya perubahan kebutuhan kompetensi perorangan maupun organisasi  dalam dunia yang penuh perubahan dan persaingan.

Kondisi yang demikian merlukan respon proaktif dari seluruh lapisan masyarakat, terlebih-lebih lagi Perguruan Tinggi sebagai center of excellence  jelas harus melakukan repositiong dalam konteks lingkungan eksternal melalui upaya restructuring internal yang terencana dengan baik (well-planned), dilaksanakan dengan baik (well-actuated), dan dievaluasi dengan baik secara berkesinambungan (well evaluated/controlled) dalam bingkai semangat continous updating.

Lebih jauh, perubahan-perubahan cepat yang terjadi di masyarakat perlu disikapi secara tepat dengan melakukan refleksi mendalam tentang apa peran Perguruan Tinggi yang telah dimainkan sekarang ini ?, serta bagaimana kemungkinan peran tersebut di masa datang ?, untuk menjawab hal ini nampaknya diperlukan suatu analisis mendalam tentang kondisi aktual serta analisis prediktif tentang kemungkinan-kemungkinan peran di masa datang dengan memahami trend yang sedang terjadi, dengan kata lain analisis situasi yang bisa menjelaskan sejarah masa depan, hal ini jelas sangat penting agar peran Perguruan Tinggi dapat tetap terjaga meski hal ini mungkin menuntut perubahan posisi keberadaannya dibanding sekarang.

Dari sudut pandang filosofis, Perkembangan Iptek yang sangat cepat, telah makin mengokohkan faham pemikiran Pragmatisme-utilitarianisme, dimana segala sesuatu cenderung dilihat daru sudut manfaat dan kegunaan praktis bagi kehidupan, keadaan ini telah mengakibatkan pemahaman dan orientasi pendidikan mengalami pragmatisasi, dimana sebelumnya pendidikan lebih dilihat secara ideal sebagai upaya untuk mendewasakan manusia melalui tranmission of culture, value, and Norm tanpa atau kurang memperhatikan dampak praktisnya atau lebih khusus dampak ekonomi bagi kehidupan masyarakat.

Keadaan yang demikian menjadikan tuntutan masyarakat terhadap pendidikan/lembaga pendidikan termasuk Perguruan Tinggi mengalami pergeseran dari tuntutan yang sifatnya idealis ke arah tuntutan yang lebih praktis-pragmatis. Namun demikian nampaknya akan sangat bijak apabila pergeseran tersebut dilihat sebagai gerak bandul dengan dua ujung, dimana yang satu sama sekali tidak menafikan yang lain, idealisme tidak dianggap sebagai pengekang pragmatisme, dan pragmatisme tidak dianggak akan menghapus pemahaman ideal tentang pendidikan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dimensi ekonomi dewasa ini telah mendominasi tuntutan masyarakat terhadap dunia pendidikan, lembaga pendidikan yang lulusannya mudah mendapat pekerjaan sangat diminati, hal ini bukan sesuatu yang salah bahkan sangat rasional, namun Lembaga pendidikan perlu mensikapinya dengan tepat, sebab pertimbangan masyarakat bertumpu pada dimensi sekarang dan kekinian dengan lingkup parsial, sedangkan Lembaga pendidikan mesti mempertimbangkan juga dimensi kenantian sehingga lebih bersifat holistik.

Untuk mengantisipasi dan merespon hal tersebut di atas, diperlukan upaya-upaya untuk memampukan Perguruan Tinggi menjadi pelopor dalam pembinaan dan pengembangan Sumberdaya manusia yang terintegrasi guna memenuhi (1) kebutuhan warga masyarakat yang berorientasi ideal atas pendidikan, melalui penciptaan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya spirit akademik yang dinamis, serta dapat menjadi wahana sosialisasi nilai-nilai, norma, dan sikap mandiri, dan (2) kebutuhan masayarakat yang berorientasi pragmatis melalui kesiapan mendidik manusia yang dapat terserap oleh dunia usaha sesuai spesifikasinya masing-masing.

Semua itu secra fundamental akan berpengaruh pada bagaimana proses pembelajaran di Perguruan Tinggi diselenggarakan, dan untuk ketepatan merespon maka pemahaman mengenai trend modus Pembelajaran perlu dicermati agar Pendidikan di Perguruan Tinggi dapat tetap berperan dan mampu menjangkau berbagai kelompok masyarakat yang membutuhkannya.

        Perkembangan Modus Pembelajaran

Belakangan ini modus atau cara pembelajaran nampak telah banyak mengalami pergeseran/perubahan sebagai akibat dari perkembangan teknologi yang memungkinkan penggunaan cara-cara baru dalam pembelajaran, terlebih lagi dengan makin intensnya Dunia Usaha menyelenggarakan pembinaan dan peningkatan kemampuan profesional Sumberdaya manusia yang dimilikinya. Adapun trend pembelajaran yang terjadi menurut Sularso dapat diidentifikasi dari fenomena berikut :

  1. Globalisasi Pembelajaran
  2. Desentralisasi fungsi pembelajaran
  3. Pembelajaran seumur hidup

Globalisasi pembelajaran terjadi akibat perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi yang sangat cepat, sumber-sumber belajar menjadi sangat terdistribusi, banyak orang dapat mengakses sumber-sumber pengetahuan secara interaktif melalui jaringan internet, disamping itu para pakar secara individu maupun organisasi dapat menjual kepakarannya dalam paket-paket pembelajaran tanpa perlu tatap muka secara langsung. Keadaan ini jelas berakibat makin terdesentralisasinya fungsi pembelajaran, lembaga pendidikan formal termasuk perguruan Tinggi tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan, bahkan kalangan industri/dunia usaha pun banyak melakukan kegiatan pembelajaran dengan sangat profesional sesuai dengan berkembangnya keperluan menciptakan Learning organization

Keadaan tersebut menjadikan Lembaga Pendidikan (baca Perguruan Tinggi) menghadapi kompetitor yang tangguh, mengingat pesatnya kemajuan yang terjadi telah menumbuhkan kesadaran perlunya belajar secara terus menerus, sebab jika tidak maka keusangan akan menjadi konsekwensi nyata dan format-format pendidikan reguler yang diselenggarakan hanya secara konvensional akan mudah ketinggalan mengingat pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

        Mendinamiskan Praktek pembelajaran

Trend pembelajaran sebagaimana diungkapkan di atas, nampaknya perlu direspon dengan tepat, meski perlu segera disadari bahwa ketepatan respon perlu juga memperhatikan local genius sebagai ibu dimana Perguruan Tinggi/lembaga pendidikan itu berada (ini sesuai dengan faham post-modernisme yang salah satu prinsipnya adalah deconstructionisme). Namun yang jelas upaya-upaya untuk terus mendinamiskan proses pembelajaran merupakan suatu keharusan meskipun banyak sekali variabel kendala yang mesti diatasi guna mencapai variabel tujuan yakni kemampuan lembaga pendidikan/Perguruan Tinggi untuk tetap berperan dan tetap dapat menjadi leading sector dalam kehidupan manusia.

Dalam hubungan ini apa yang telah dilakukan di Amerika (tidak harus diikuti tapi perlu difikirkan dan dianalisis kemungkinannya) yang menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran (The seven principles for good practice in undergraduate education) dimana Lembaga Pendidikan/Perguruan tinggi  dalam proses pembelajaran sebaiknya mempertimbangkan seven principles  yaitu :

  1. mendorong kontak antara mahasiswa dan dosen (di luar kelas)
  2. mendorong kerjasama antar mahasiswa
  3. mendorong belajar aktif
  4. memberikan umpan balik segera
  5. menekankan waktu dan tugas
  6. mengkomunikasikan ekspektasi tinggi
  7. menghormati bakat yang berbeda-beda

prinsip-prinsip tersebut memang tidak dapat dianggap formula jitu dalam mendinamisasikan proses pembelajaran dan pendidikan pada umumnya namun paling tidak sebagai bahan untuk dipertimbangkan nampaknya sangat perlu.

3. PENUTUP

Upaya mendinamisasikan proses pembelajaran di Perguruan Tinggi memang memang merupakan hal yang penting, tingkat kepentingannya dalam kontek peran perguruan tinggi sangat tergantung kepada unsur-unsur lain jang menjadi sub sistem Perguruan Tinggi, seperti kualitas Tenaga dosen, fasilitas fisik, iklim akademik yang dinamis serta jaringan komunikasi global/sisteminformasi berbasis teknologi, yang semua itu terbingkai dalam suatu budaya organisasi perguruan tinggi yang berorientasi masa depan.

RUJUKAN

Azis Wahab, Abdul (2007)  Metode dan model-model mengajar, Alfabeta, Bandung

Lang, Helmut R. Dan Evans, David N. (2006) Model, Strategies, and Methods for effective teaching, Boston, Pearson Education Inc

Riwajatna, Jajat (2003) Percepatan Pembelajaran Manajemen, Alfabeta, Bandung

Bruce Joyce, Models of Teaching,

Satu Balasan ke Pendidikan dan Peran Perguruan Tinggi

  1. hasanahhusni berkata:

    terima kasih atas materi yang di muat

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.