RAMADHAN MENDIDIK HATI (3)

Mendidik hati dengan metode eksoterik memerlukan berbagai langkah yang dapat membuat lingkungan sosial dapat memberi.kontribusi bagi berlangsungnya prilaku yang bernilai, sehingga pembentukan, penanaman nilai dalam hati memiliki efek mengungkit bagi perkembangan dan konsistensi kererlaksanaan nilai dalam perjalanan waktu. Diutusnya Nabi.untuk menyempurnakan akhlak mulia merupakan pangkal tolak bagi gerak “outside in” khususnya dalam konteks pendidikan awal manusia. Secara praktis metode eksoterik dapat dikemukakan sebagai pendididkan Akhlak dalam arti luas, dimana perwujudan dalam.sikap prilaku pada Tuhan, dan pada Manusia menjadi gerak yang merembea ke dalam.penghayatan dan hati akan makin kuat dengan nilai2 yang menjadi dasar prilaku benar dan baik


Mendidik hati merupakan upaya meningkatkan kapasits hati dalam kebaikan dan nkebenaran, dan mengobati npenyakit2 nya agar hati tetap sehat. Jika penyakit fisik diobati dengan sesuatu yang menjadi lawan penyakitnya, maka demikian juga dengan penyakitn hati, meskipun akan berbeda antar orang karena tabiat yang berbda beda. Pertama tama perlu diketahui terlebih dahulu penyakit hati introsyang dirasakan seseorang baik melalui diagnosa orang lain (guru, pendidik), atau melalui cara instrospeksi sampai jelas penyakitnya. Setelah itu dicari lawan sikkap, prilaku yg dapat menekan dan atau memperbaiki, mengobati penyàkit hati tersebut hingga dicapai kondisi yang stabil, mantap dalam kebaikan dan kebenaran. Sebelum itu pendidikan hati perlu dimulai dengan penyibukan diri denn ibadah yang diperinhkan, serta menghayati nilai2 yang terkandung di dalamnya, lakukan tindakan2 pembersihan diri baik fisik ataupun jiwa, serta tekun dalam dikir yang dapat mendekatkan hati dengan Tuhan.


Metode esoterik dlm prakteknya dapat dipandang sebagai pendidikan akhlaq yang berwujud prilaku baik dan benar sesuai nilai2. Dalam hal ini hukum2 pembiasaan menjadi.bagian penting untuk diterapkan serta makin longgar ketika kedewasaan berfikir meningkat, ini seperti pola psikologis umum yang dilakukan di nunia pendidikan ketika belum matang berfikir manusia maka pengkondisian reward dan punishmen dapat dilakukan dan secara umum memilili efektivitas baik (Nabi pernah menyuruh menghukum bila anak tak mau sholat jika sudah usia 7 tahun). Jadi pendidikan Hati dilakukan sejak awal kehidupan manusia dengan pengkondisian serta pemolaan Prilaku melalui belajar aosial, pemodelan, pwrcontohan teladan yang sudah dapat dipersepsi secara tepat meski sederhana dlm arti tak memerlukan alasan.

Sementara itu Akhlak dapat dimaknai sebagai tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Makna ini tentu memerlukan pemahaman lebih dari sekedar melihat dan mempersepsi, namun menggambarkan idealitas dari prilakunya jelas menjadi penting. Akhlak bukan sekedar prilaku baik dan benar, namun dia harus memiliki nilai absolut akan sesuatu yang baik dan benar serta sumbernya yang merupakan dasar dan arah tujuan hidup dan kehidupan manusia. Di samping itu akhlak merupakan sikap, tindakan prilaku prilaku spontan tanpa kir kalkulatif akan sikap dan tindakan yang diwujudkannya, namun tetap dalam kesadaran penuh akan nilai baik dan benarnya sertw tujuan ketuhanannya. Secara etimologis Kata “akhlak” dari bahasa arab yaitu ” Al-Khulk ” berarti tabeat, perangai, tingkah laku, kebiasaan, kelakuan. Menurut istilahnya, akhlak ialah sifat yang tertanam di dalam diri seorang manusia yang bisa mengeluarkan sesuatu dengan senang dan mudah tanpa adanya suatu pemikiran dan paksaan.

Dalam KBBI, akhlak berarti budi pekerti atau kelakuan. Sedangkan menurut para ahli, pengertian akhlak adalah sebagai berikut: Menurut Ibnu Maskawaih akhlak ialah “hal li nnafsi daa’iyatun lahaa ila af’aaliha min ghoiri fikrin walaa ruwiyatin” yaitu sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Semtara itu Al Ghazali mengemîkakan bahwaAkhlak ialah sifat yang terpatri dalam jiwa manusia yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan senang dan mudah tanpa memikirkan dirinya serta tanpa adanya renungan terlebih dahulu.
Akhlak karimah merupakan tujuan dari pendidikan akhlak yang secara fundamental merupakan refleksi empiris dari hati manusia dalam melihat, memahami, merasakan kebaikan dan kebenaran serta megontrol instrumennya dalam berhadapan denganatau dan atau menghadapi hidup dan kehidupan di dunia.

Untuk itu struktur prilaku perlu dilihat dalam konteks akhlak agar dpt dg tepat memberi nilai akan sutu prilaku yg selalu bergerak dari luar ke dalam dan dari dalam keluar, dari transenden ke imanen, dari esoterik ke eksoterik, dimana semua itu akan menentukan posisi nilai akhlak dalam konteks hakekat, arah dan tujuan hidum manusia. Prilaku itu sendiri dilihat dari fondasinya dapat dikekompokan dalam tiga jenis (O’neil) : 1) prilaku konatif, 2) prilaku volisional, dan 3) prilaku normatif. Perilaku Konatif adalah perilaku yang secara tersirat memiliki tujuan, namun tidak secara sadar, disadari bertujuan semacam itu. Perilaku Volisional adalah perilaku konatif yang disadari tujuannya. Sedangkan Perilaku Normatif adalah perilaku yang diarahkan, secara tersirat ataupun tersurat oleh gagasan-gagasan, nilai2 tertentu yg memasuki fikiran dalam keyakinan, ide (konsep2 abstrak, ajaran agama, dan atau sudut pandang) yang terkait dg apa yang umumnya dianggap baik atau dikehendaki.


Prilaku konatidf lebih mendasarkan pada tindakan instingtif yg bersifat mencari senang (pleasure) dan menghindari derita (pain). Dalamn perke!bangannya itun dipadankan dg syahwat untuk pleasure sesuatu yg diinginkan dan ghadhab untuk pain, sesuatu ygn dihindari, ditolak. Apabila tindakannhanya sebatas itu maka itu merupak prilaku konatif, kemudian apa bila hal tersebut dilakukan dg menyadari akan memperoleh kesenangan dan atau terhindar dari derita, maka seoeang mulai ngarahkan tindakannya pd tujuan tersebut, maka tindaknya bersifat volisional, kemudian apabila bertindaknya menuruti nilai prilaku ygndiketahui dari sumber luar dirnya seprti nilai2 agama maka itu jadi prilaku normatif, dan akhlak itu adpada tataran prilaki normatif ini. Akhlak karimah harusmtegak dalam peilaku normatif yang jika terus dilakukan akan teinternalisasi dan menjadi sikap serta prilaku spontan yang akarnya akan transendental ketuhanan sebagai bentuk ketakwaan, dan tentu saja itu harus dilakukan bertahapp daari sejak prilaku konatif dg pengarahan pembiasaan, prilaku vilisional dengan penghubungan nilai dan penguatan peningjatan keyakinan pada prilaku normatif.

Tentang Dr. Uhar Suharsaputra

KONSULTAN PENDIDIKAN PENELITI PENULIS
Pos ini dipublikasikan di Tidak Dikategorikan. Tandai permalink.