Filsafat Pendidikan (6)

ANALISIS KONDISI PENDIDIKAN BERDASARKAN KECENDERUNGAN PEMIKIRAN FILOSOFIS. 

Dalam Perkembangan Pendidikan Formal peesekolahan sekarang ini, pendidikan sekolah cenderung lebih berorientasi pragmatis dimana nilai tunai dari sesuatu  kondisi, proses pendidikan, cukup mendominasi dengan kuantifikasi yang menonjol serta ekonomisasi yang juga dominan dalam melihat hasil dari suatu proses pendidikan yang diperankan oleh sekolah, kekaburan pendidikan dan pengajaran, antara pendidikan dan latihan cenderung menjadi bagian yang umum dalam pemahaman masyarakat,  dengan akibat pada makin kurangnya perhatian pada penguatan norma dan nilai prilaku sosial kemasyarakatan yang pada tahap awal perkembangan pendidikan sekolah menjadi orientasi utamanya sebagai bagian penting yang diharapkan masyarakat.

Kondisi tersebut bisa dirunut pada pendidikan di masa penjajahan (bagi negara-negara yang mengalami penjajahan), dimana penjajah mencoba memberikan pendidikan melalui sekolah, meski terbatas dan diskriminatif,  untuk kepentingan penyediaan tenaga kerja murah untuk dimanfaatkan oleh penjajah tersebut, sehingga sekolah menyelenggarakan pendidikan di masyarakat untuk kepentingan di luar kebutuhan masyarakatnya yang berakibat kohesivitas sosial masyarakat menjadi terganggu. T.R. Batten dalam bukunya School And Community (1959) menemukan beberapa fakta terdapatnya keluhan masyarakat akan pendidikan sekolah seperti yang terjadi di Afrika  dimana masyarakat menyampaikan memorandum pada tahun 1935 bahwa sekolah telah mendorong individualisme yang tidak berketentuan yang destruktif bagi elemen-elemen kehidupan komunal, memperlemah ikatan sosial, membongkar tradisi, keakraban, dan penguasaan diri, pengaruhnya (sekolah) adalah merusak dan destruktif. Demikian juga laporan Furnivall (dalam Batten, 1959) yang menyebutkan bahwa moral anak-anak sekolah selalu tetap menjadi  bahan pembicaraan, dan  distrik/daerah yang mencapai prestasi/rekord terbaik dalam pendidikan (sekolah) justru mencapai pula rekord dalam kriminal. Kondisi ini jelas menunjukan dinamika interaksi antara sekolah dan masyarakat, ketika peran sekolah sebagai lembaga yang dapat menyuntikan perubahan masyarakat bertemu dengan kondisi masyarakat yang ada, dan hal seperti itu cenderung terjadi di berbagai negara terutama yang mengalami penjajahan yang penyelenggaraan pendidikan sekolahnya bukan untuk kepentingan masyarakat melainkan untuk kepentingan ekonomis penjajah.

Kondisi demikian, sayangnya tidak banyak berubah, bahkan cenderung dipertahankan sesudah negara-negara jajahan mengalami kemerdekaan, hal ini diperkuat dengan mitos pembangunan yang harus menjadi bagian integral dari perjuangan bangsa. disamping itu perkembangan iptek yang sangat cepat telah menjadikan negara-negara berkembang mempunyai idola baru masyarakat yakni masyarakat dan negara-negara maju yang notabene penjajahnya, sehingga orientasi dan tujuan pendidikan sekolah juga cenderung mengarah pada terwujudnya masyarakat iptek yang makin mendekati masyarakat maju, kondisi ini mengakibatkan pendidikan sekolah tidak terarah pada masyarakatnya sendiri, melainkan pada masyarakat yang lain, meskipun secara tersurat tetap mengklaim sebagai mengakarkan dirinya pada budaya masyarakat setempat, namun cenderung tidak paralel dengan proses dan kontennya pendidikan di sekolah. Memang pendidikan tidak dimaksudkan untuk membawa generasi penerus pada kehidupan masa lalu, namun juga jangan sampai dilepaskan begitu saja pada kehidupan masa depan tanpa mengikatkan diri dengan masyarakatnya. Masyarakat terus berubah dengan cepat, masa depan yang akan dijalani oleh generasi muda tidaklah terlalu jelas, sehingga kejutan masa depan menjadi bagian yang perlu diperhatikan dalam pendidikan. Alvin Toffler (1972) menyatakan akan terjadinya Future Shock atau kejutan masa depan, dimana akan dialami oleh individu-individu jika kita menghadapkan mereka dengan terlalu banyak perubahan dalam waktu yang terlalu singkat. Banyak perubahan yang terjadi dalam waktu yang bersamaan akan membuat individu dan masyarakat mengalami kegamangan, karena kepastian menjadi sulit dan keterputusan menjadi bagian kehidupan, ini berarti apa yang akan dialami generasi penerus belumlah akan menjadi jelas, dan harus mempersiapkan generasi muda dengan kemampuan prima yang fleksibel, serta adalah bijak bila nilai-nilai yang berlaku di masyarakat yang dapat menjadi fondasi hidup dan kehidupan tetap menjadi perhatian utama pendidikan.

Sekolah sebagai bagian dari upaya pendidikan masyarakat perlu mengintegrasikan dua sudut pandang yaitu antara cara sebagai tujuan dan cara untuk mencapai tujuan. Tujuan pendidikan menjadi konsern utama ketercapaiannya, karena tanpa itu pendidikan dan sekolah akan kehilangan makna, dan untuk itu sarana untuk mencapainya harus terus diperkuat dan dikembangkan agar makin mempermudah sampai pada tujuan, meningkatkan mutu sekolah sebagai tujuan saja akan menjadikan kegiatan pendidikan di sekolah sangat teknis dan rutin tanpa refleksi, dan kondisi ini harus terus dijiwai dengan menyadarkan akan makna pendidikan/sekolah sebagai sarana agar pendidikan dan atau sekolah dapat menjadi jembatan yang menuju pada tujuan pendidikan/sekolah bukan sekedar jembatan (sarana) yang tidak membawa kemana-mana selain kebuntuan yang akan membebani masyarakat. Dengan demikian perlunya tujuan pendidikan/ sekolah untuk dicapai dengan menjadikan sekolah sebagai sarana harus terus dikembangkan sama dengan perlunya memperkuat jembatan untuk mencapainya agar tidak ambruk ketika dilewati anak-anak kita, murid-murid kita, siswa-siwa kita dalam mencapai tujuan masyarakat dan kemasyarakatan, tujuan hidup dan kehidupan umat manusia.

Tujuan pendidikan tidak sama dengan tujuan sekolah, tujuan sekolah merupakan bagian kecil dari tujuan pendidikan, karena pendidikan mempunyai aspek dan dimensi yang luas dalam masyarakat, tujuan sekolah disangga oleh tujuan pembelajaran setiap pelajaran yang disampaikan, tujuan pendidikan disangga oleh tujuan sekolah serta lingkungan pendidikan lainnya baik non formal maupun informal, keterpaduan semua itu merupakan bagian penting dalam membangun masyarakat dan meningkatkan mutu hidup dan kehidupan manusia dan kemanusiaan, sehingga fragmentasi tujuan pendidikan harus dihindari agar pembelajaran menjadi penguat sekolah dan sekolah menjadi penguat pendidikan, dan kuatnya pendidikan akan memperkokoh kehidupan masyarakat dalam keberlanjutan peradaban serta beradaptasi terhadap perubahan yang terus terjadi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dinamika social masyarakat. Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang memiliki jenjang-jenjang sesuai dengan kesamaan karakteristik umum peserta didiknya, dimulai dari PAUD, dimulailah langkah-langkah untuk meniti jembatan, Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (6 tahun), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (3 tahun), Sekolah Menengah Atas/Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah (3 tahun), sampai Perguruan Tinggi (S1 4 tahun, S2 2tahun, dan S3 3 tahun) , bila dihitung waktu formal mengikuti Pendidikan di sekolah seseorang harus menghabiskan 21 tahun untuk bisa menyelesaikan pendidikan sekolah sampai S3, itu bila belajar lancar dan normal, jika tidak maka waktu yang dihabiskan lebih lama lagi. Bila usia rata-rata hidup manusia 60 tahun, maka lebih dari sepertiga hidup manusia dilalui melalui jembatan sekolah, ini suatu yang cukup lama dihabiskan untuk mengikuti pendidikan persekolahan, sehingga adalah wajar apabila masyarakat menuntut balikan dari perjalanan meniti jembatan dan dapat menyelesaikannya dengan sampai pada yang diharapkan oleh masyarakat. Masa lalu menjadi bagian yang membentuk kita, masa kini menjadi bagian yang kita jalani, dan masa depan menjadi bagian hidup kita yang pasti terjadi, itu fakta penting, dan setiap masa itu pasti tidak sama, Margaret Mead (dalam ONeill, 1981. Terj. Omi Intan Naomi, 2001) menyatakan bahwa Saya tidak dilahirkan di sebuah dunia di mana saya hidup sekarang ini, dan saya tidak hidup di sebuah dunia dimana nantinya saya akan mati. Seseorang bersekolah ataupun tidak, kehidupan masa depan dengan berbagai perubahannya akan datang dengan sendirinya selama kehidupan masih terjadi, namun demikian, sekolah mencoba membantu menjadikan manusia, kita, lebih siap dalam menghadapi dan menjalaninya, di sini ada hegemoni nilai yang seolah mengetahui betul apa yang akan terjadi di masa depan, padahal dimasa kapanpun esensi manusia dan kemanusiaan, esensi hidup dan kehidupan tetaplah sama, dan kondisi ini sering tidak mendapat tempat manakala berbicara tentang peran sekolah bagi hidup dan kehidupan, bagi manusia dan kemanusiaan.

Tentang Dr. Uhar Suharsaputra

KONSULTAN PENDIDIKAN PENELITI PENULIS
Pos ini dipublikasikan di Tidak Dikategorikan. Tandai permalink.